Kamis, 01 Maret 2012

misi rahasia (Operasi Alpha)



A-4 Skyhawk

 


















  • Pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel
 
    eninggalnya mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas)
     Marsda Djoko Poerwoko di Brazil tanggal 9 Agustus 2011 pukul 22.30 saat kunjungan ke
     Pabrik Super Tucano atas undangan pihak Embraer mengingatkan kita tentang banyak kisah.

    Marsda Djoko merupakan salah satu penerbang tempur handal TNI AU. Berbagai jabata
     pernah diembannya. Banyak pengalaman penerbang tempur yang satu ini. Dia pensiun
     pada 30 September 2006.

    Salah satu kisahnya yang menjadi kontroversi adalah saat mengikuti operasi Alpha. Inilah
     operasi rahasia antara TNI dan Militer Israel untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk,
     melatih pilot Indonesia di Israel dan menyamarkan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang.

    Setelah mengirimkan teknisi, 10 Pilot TNI AU diberangkatkan ke Israel. Bahkan 10 pilot it
    u tidak tahu mereka akan diberangkatkan ke mana. Dalam buku autobiografinya, Menari 
    di Angkasa, Djoko Poerwoko menceritakan pengalamannya.
    • Operasi Alpha

    Memasuki tahun 1979, isu tentang bakal dilakukannya pergantian kekuatan pesawat-pesawa
    t tempur TNI AU sudah mulai bergulir. Hal ini sebenarnya wajar saja, mengingat kondisi
     pesawat tempur F-86 dan T-33 memang sudah tua. Sehingga, kemudian pemerintah
     harus mencari negara produsen yang bisa menjual pesawatnya dengan segera. Amerika 
    Serikat ternyata bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II. Tetapi ini masih belum 
    cukup untuk mengisi kekosongan skadron - skadron tempur Indonesia.

    Dari penggalian intelijen, Mabes ABRI ternyata kemudian mendapatkan berita, bahwa Israel
     bermaksud akan melepaskan armada A-4 Skyhawk yang mereka miliki. Indonesia dan 
    Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi pada sisi lain, pembelian armad
    a pesawat tersebut akhirnya terus diupayakan secara klandestin, oleh karena pasti akan
     menjadi polemik dalam masyarakat apabila tersiar di media massa.

    Kerahasiaan tingkat tinggi sudah terlihat dari tata cara pemberangkatan personel. Saat kam
    i semua sudah siap untuk berangkat, tidak seorang pun tahu, kemana mereka harus pergi.
     Operasi Alpha dimulai dengan memberangkatkan para teknisi Skadron Udara 11. Setelah
     tujuh gelombang teknisi, maka berangkatlah rombongan terakhir yang terdiri dari sepuluh
     penerbang untuk belajar mengoperasikan pesawat.

    • Berikut catatan pilot yang di latih terbang di udara israel.


    Sebagai tim terakhir, kami mendapat pembekalan secara langsung di Mabes TNI AU.
     Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan berangkat ke Amerika Serikat 
    untuk belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur.

    Setelah mengurus segala macam surat-surat dan beragam kelengkapan berbau “Amerika”,
     akhirnya kami berangkat menuju Singapura, dengan menggunakan flight garuda dari
     Bandara Halim Perdanakusuma.

    Kami mendarat pada senja hari di Bandara Paya Lebar, Singapura, langsung diantar menuju
     hotel Shangrila. Dihotel tersebut ternyata telah menunggu beberapa petugas intel dari 
    Mabes ABRI, berikut sejumlah orang yang masih asing dan sama sekali tidak saling dikenalkan
    . Kami akhirnya mulai menemukan jawaban bahwa arah sebenarnya tujuan kami bukan ke
     Amerika Serikat melainkan ke Israel. Sebuah negara yang belum terbayangkan keadaanny
    a dan mungkin paling dibenci oleh masyarakat Indonesia.

    Saat itu salah satu perwira BIA (Badan Intelejen ABRI, BAIS sekarang) yang telah
     menunggu segera mengambil semua paspor yang kami miliki dan mereka ganti dengan Surat 
    Perintah Laksana Paspor (SPLP). Keterkejutanku semakin bertambah dengan kehadiran
     Mayjen Benny Moerdani, waktu itu kepala BIA, mengajak rombongan kami makan malam
    . Dalam kesempatan tersebut beliau dengan wajah dingin dan kalimat lugas, tanpa basa - bas
    i langsung saja mengatakan, ” Misi ini adalah misi rahasia, maka yang merasa ragu-ragu,
     silahkan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan pernah mengaku
    i kewarganegaraan kalian. Namun, kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali 
    dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap…”

    Mendengar ucapan beliau, perasaanku langsung bergetar. Wah, ini sudah menyangkut 
    operasi rahasia beneran mirip James Bond. Bahkan sekalanya lebih besar. Bagaimana mungk
    in membawa satu armada pesawat tempur masuk ke Indonesia tanpa diketahui orang? Rasa
     terkejut semakin besar, oleh karena kami bersepuluh kemudian langsung berganti identita
    s yang mesti kuhapal diluar kepala saat itu juga.

    Setelah acara makan malam, kami harus segera bergegas menuju Bandara Paya lebar dan 
    terbang menuju Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mulai detik itu,
     kami tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

    Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, kami harus berganti pesawat lagi untuk menuju Bandar
    a Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semakin aneh perjalanan, baru berdiri bengong karena masih jet
     lag, tiba-tiba seseorang langsung menyodorkan boarding pass untuk penerbangan ke
     Tel Aviv pada penerbangan berikutnya. Sampai di Bandara Ben Gurion, sesudah terbang sekitar
     empat jam, aku pun turun bersama para penumpang lain dan teman-temanku. Saling pandang
     dan cuma melirik saja, harus kemana jalan, mengikuti arus penumpang lain menuju pintu keluar.

    Tetapi tanpa terduga, kami malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan, sebagai bagian
     dari operasi intelijen. Kami langsung ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. hanya
     pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ad
    a hanya pasrah dengan hati berdebar.

    Tamat riwayatku kini. Kubayangkan, betapa hebatnya agen rahasia Mossad yang dapat
     dengan cepat mengendus penumpang gelap tanpa paspor, berusaha menyelundup masu
    k ke negaranya. Meski dengan sopan si agen Mossad memperlakukan kita, tetap saja kami 
    berpikir buruk.

    Kami semua akan langsung dideportasi atau dihukum mati minimal dipenjara seumur hidup.
     Sebab tidak ada bukti, siapa memberi perintah datang ke Israel. Sampai diruang bawah tanah,
     perasaan kami tenang setelah melihat para perwira BIA yang dilibatkan dalam Operasi Alpha
    . Kemudian baru aku tahu, kami memang sengaja diskenariokan untuk ditangkap dan justru
     bisa lewat jalur khusus, guna menghindari public show apabila harus ke luar lewat jalur umum.

    Kami langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan
     selama berada di Israel. Yang tidak enak adalah kegiatan sesudahnya yaitu sweeping segal
    a macam barang bawaan yang berlabel made in Indonesia. Kami juga diajarkan untuk
     menghapal sejumlah kalimat bahasa Ibrani, "Ani tayas mis Singapore" yang artinya aku
     penerbang dari Singapura. Ada sapaan "boken tof" berarti selamat pagi dan "shallom" sebaga
    i sapaan saat bertemu dengan kawan.

    • Eliat, pangkalan udara rahasia

    Semalam tidur dihotel, kami kemudian diangkut dalam satu mobil van menuju arah selatan
     menyusuri Laut Mati. Setelah dua hari perjalanan, kami sampai dikota Eliat. Perjalana
    n dilanjutkan kembali ditengah padang pasir, setelah melewati beberapa pos jaga, akhirnya
     van masuk ke sebuah pangkalan tempur besar diwilayah barat kota Eliat.

    Di Israel, pangkalan tidak pernah memiliki nama pasti. Nama pangkalan hanya berupa angka dan
     bisa berubah. Bisa saja nama pangkalan itu adalah base number nine di hari tertentu, namun
     esoknya bisa diganti dengan angka lain. Sesuai kesepakatan bersama, kami menyebut tempat
     ini dengan Arizona, oleh karena dalam skenario awal kami memang disebutkan akan berlatih
     terbang di Amerika.

    Total waktu rencana pelatihan selama empat bulan. Selama itu para penerbang 
    melaksanan kegiatan pelatihan, dari ground school hingga bina terbang, agar mamp
    u mengendalikan pesawat A-4 Skyhawk. Latihan terbang diawali dengan general flying 
    sebanyak dua jam, ditemani instruktur Israel. Setelah itu, kami semua sudah boleh 
    terbang solo. latihan kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang lebih tinggi tingkat
     kesulitannya. kali ini kami harus mampu mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat perang.

    Selama di Eliat, walau terjadi berbagai macam masalah, namun tidak sampai menggangg
    u kelancaran latihan. Masalah utama tentunya bahasa, sebab tidak semua penerbang Israeli
     Air Force (IAF) bisa berbahasa Inggris, sedangkan kami tidak diajari berbahasa Ibrani secar
    a detail. Masalah lain adalah telalu ketatnya pengawasan yang diberlakukan kepada par
     penerbang. Bahkan kami semua selalu dikawani satu flight pesawat tempur selama berlatih.

    Pelajaran terbang yang efektif. Misalnya terbang formasi tidak perlu jam khusus tetapi digabung
     latihan lain seperti saat terbang navigasi atau air to air. sehingga dengan jam yang 
    hanya diberikan sebanyak 20 jam / 20 sorti, kami semua dapat mengoperasikan
     A-4 Skyhawk sebagai Alutsista. Dalam siklus ini pula, aku pernah menembus sistem radar
     Suriah dengan instruktur ku.

    Latihan terbang kami berakhir tanggal 20 Mei 1980 dengan dihadiri oleh beberapa pejabat
     militer Indonesia yang semuanya hadir dengan berpakaian sipil. Kami mendapat brevet 
    penerbang tempur A-4 Skyhawk dari IAF.

    Rasanya bangga, oleh karena kami dididik penerbang paling jago didunia. Namun
     kegembiraaan selesai pendidikan segera berubah sedih, oleh karena brevet dan ijasah
     langsung dibakar didepan mata kami oleh para perwira BIA yang bertindak sebagai perwira
     penghubung. kami dikumpulkan di depan mess dan barang - barang kami disita dan segera
     dibakar. Termasuk brevet, peta navigasi, catatan pelajaran selama dipangkalan ini. Mereka
     hanya berpesan, tidak ada bekas atau bukti kalau kalian pernah kesini. Maka hapalkan saj
    a dikepala, semua pelajaran yang pernah diperoleh.

    • Wing day di Amerika

    Selesai pendidikan di Israel, kami tidak langsung pulang ke Indonesia, namun diterbangkan dul
    u ke New York. semalam di New York, kemudian diajak ke Buffalo Hill di dekat air terjun Niagara
    . Ternyata kami sengaja dikirim kesana untuk bisa melupakan kenangan tentang Israel.

    Kami diberi uang saku yang cukup banyak menurut hitungan seorang Letnan Satu. Aku jug
    a dibelikan kamera merek Olympus F-1 lengkap dengan filmnya dan diwajibkan mengambi
    l foto-foto dan mengirim surat atau kartu pos ke Indonesia, untuk menguatkan alibi bahwa
     kami semua benar-benar menjalani pendidikan terbang di AS. Akhirnya selama ada objek yang 
    menunjukkan tanda medan lokasi atau berbau AS, pasti langsung dipakai sebagai backgroun
    d foto. Tidak terkecuali pintu gerbang hotel, nama toko bahkan sampai tong sampah bila ada 
    tulisan United State of America pasti dijadikan sasaran foto.

    Aku dibawa lagi ke New York, para penerbang kemudian diberikan program tur keliling AS selama
     dua minggu, mencoba tidur di sepuluh hotel yang berbeda dan mencoba semua sarana
     transportasi dari pesawat terbang hingga kapal.

    Di Yuma, Arizona, kami telah diskenariokan masuk latihan di pangkalan US Marine Corps (USMC
    ), Yuma Air Station. Tiga hari dipangkalan tersebut, kami dibekali dengan pengetahuan
     penerbangan A-4 USMC, area latihan dan mengenal instrukturnya.

    Kami juga wajib berfoto, seakan-akan baru diwisuda sebagai penerbang A-4, sekaligus menerim
    a ijasah versi USMC. Ini sebagai penguat kamuflase intelijen, bahwa kami memang dididik di AS
    . Salah satu foto wajib adalah berfoto di depan pesawat - pesawat A-4 Skyhawk USMC.

    Sebelum pulang ke tanah air, aku juga mendapat perintah untuk menghapalkan hasil-hasil
     pertandingan bulu tangkis All England. Tambahannya, aku juga diharapkan menghapal
     beberapa peristiwa penting yang terjadi di dunia, selama aku diisolasi di Israel. Pelajara
    n mengenai situasi dunia luar tersebut terus diberikan, meskipun kami sudah berada di perut
     pesawat Branif Airways dengan tujuan Singapura.

    • Sang Merpati Hinggap

    Tanggal 4 Mei 1980, persis sehari sebelum pesawat C-5 Galaxy USAF mendarat di Lanud Iswahyu
    di, Madiun, mengangkut F-5 E/F Tiger II, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua
     pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat
     tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik
     pembungkus, cocoon berlabel F-5. Dengan demikian, seakan-akan satu paket proyek 
    kiriman pesawat terbang namun diangkut dengan media transportasi berbeda.

    Nantinya, ketika sudah kembali lagi di Madiun, kepada atasan pun kukatakan bahwa pelatihan
     A-4 di Amerika. Sebagai bukti kuperlihatkan setumpuk fotoku selama berada di Amerika. Ingin
     melihat foto New York, aku punya. Mau melihat foto Akademe AU di Colorado, aku punya.
     Karena percaya, atasanku di Wing-300 malah sempat berkata, “Saya kira tadinya kamu belaja
    r A-4 di Israel, enggak tahunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar ya?”
    Last but not least, gelombang demi gelombang pesawat A-4 akhirnya datang ke Indonesi
    a setiap lima minggu, lalu semuanya lengkap sekitar bulan September 1980.

    • Berprestasi Tapi Harus Menutup Diri

    Saat F-5 datang ke Indonesia, ternyata masih belum dilengkapi dengan persenjataan
    . Sedangkan A-4 justru sudah dipersenjatai dan langsung bisa digunakan dalam tugas-tuga
    s operasional. Sehingga apa saja kegiatan TNI AU baik operasi maupun latihan selalu identik
     dengan F-5, walau kadang-kadang yang melakukannya adalah pesawat A-4.

    A-4 tetaplah A-4 dan samasekali bukan F-5. Kondisi serba rahasia bagi armada A-4
     bertahan samapi perayaan HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1980, dimana fly pass pesawat tempur
     ikut mewarnai acara tersebut. Pesawat A-4 tampil bersama - sama F-5 dimana untuk
     pertama kalinya pesawat A-4 dipublikasikan dalam event besar.

    Setelah ini, sedikit demi demi sedikit mulailah keberadaan A-4 dibuka secara jelas. Tidak ada
     lagi tabir yang sengaja dipakai untuk menutupi keberadaan pesawat A-4 di mata rakyat 
    Indonesia.

    Sebagai informasi tambahan, hingga saat ini bahkan setelah A-4 digrounded pada tahun 2004
    , Mabes TNI AU tidak pernah mengakui operasi alpha pernah terjadi.

    A-4 Skyhawk TNI-AU (Foto Kaskus Militer)
















    Saat itu Benny Moerdani yang mengatur langsung operasi Alpha. Tentu zamannya berbeda
    . Kalau dulu dengan kekuasaan tak terbatas yang dimiliki, ABRI bisa melakukan upaya 
    semacam itu. Kalau sekarang tentu tidak bisa, karena menggunakan dana APBN, harus 
    ada pertanggung jawabannya. Lagipula operasi semacam ini tentu melanggar prinsip keterbukaan
    . Belum lagi kerjasama dengan Israel, kalau dilakukan kini tentu Ormas - ormas Islam aka
    n sangat keras menentang.
    A-4E Skyhawk TNI Angkatan Udara (Foto Indoflyer)
    TA-4 - pesawat latih Skyhawk (Foto Indoflyer)

    Dua pesawat A-4 TNI AU sedang melaksanakan terbang 
    patroli
     rutin. Jika diperhatikan warna cat dan logo TNI AU
     merupakan colour scheme model low visibility. Warna 
    itu sengaja disamarkan agar tidak cepat terdeteksi oleh
     musuh.
     Warna low visibility juga tetap dipakai pada salah satu
     A-4
     yang akan di grounded. 

    Diberitakan bahwa TNI-AU pernah mengoperasikan 
    sebanya
    k 37 Skyhawk II tipe A-4E dan TA-4E (ex Angkatan Udara
     Israel) hingga tahun 2003. 



    Berikut nomor Pesawat :
    • 149978 = TT-0401
    • 149979 = TT-0402
    • 149986 = TT-0403
    • 149987 = TT-0404
    • 149998 = TT-0405
    • 150010 = TT-0406
    • 150025 = TT-0407
    • 150042 = TT-0408
    • unknown = TT-0409
    • 150120 = TT-0410
    • 150125 = TT-0411
    • 152007 = TT-0412
    • 152017 = TT-0413
    • 152089 = TT-0414

       Jenis TA-4H Skyhawk :
    • 157429 Constuct NO. 14078 in 1969 for IDF AF
    • 157430 Constuct NO. 14079 in 1969 for IDF AF

      Pesawat ini beroperasi dan termasuk Skadron 11 (SkU-11) di Lanud Hasanuddin, Ujung
    •  Pandang.
      Tahun 1981 A-4E 152013 = TT-0417, dikirim dari Israel menggantikan TT-0407.
    •  Tahun 1982, Tambahan pembelian 16 pesawat A-4E Skyhawks dari Israel :
    • 149664 = TT-0431
    • 150003 = TT-0432
    • 150015 = TT-0433
    • 150087 = TT-0434
    • 150027 = TT-0435
    • 151028 = TT-0436
    • 151072 = TT-0437
    • 151079 = TT-0438
    • 151098 = TT-0439
    • 151110 = TT-0440
    • 151189 = TT-0441
    • 151989 = TT-0442
    • unknown = TT-0443
    • 152062 = TT-0444
    • 152064 = TT-0445
    • unknown = TT-0446

      Pesawat  jenis ini beroperasi pada awal tahun 1985 dan termasuk Skadron 12 (Sku 12)
    •  di Lanud Pekanbaru, Propinsi Riau.Pada Bulan November 1992, TNI AU mengoperasikan
    •  28 A-4E Skyhawks dalam 2 Skadron. Dua pesawat yang dibeli dari Amerika type
    •  TA-4Js, No 154315 and 158454, tahun 1999 setelah diupgare di New Zealand, beroperas
    • i di bulan Oktober.
    • TA-4J BuNo 154315 (AMARC 3A0708) = TL-0418
    • TA-4J BuNo 158454 (AMARC 3A0754) = TL-0419

      Pesawat Skyhawk tetap beroperasi di Skadron 11 sampai tahun 2004, yang akhirnya
    •  digantikan dengan pesawat tempur dari Rusia Su-27SK / Su-30MK “Flanker”, tetapi sampa
    • i tahun 2007 tetap digunakan sebagai pesawat latih.
    Karakteristik umum :
    • Kru : 1 (2 in TA-4J, TA-4F, OA-4F) 
    • Panjang : 40 ft 3 in 
    • Lebar sayap : 26 ft 6 in 
    • Tinggi : 15 ft 
    • Luas sayap : 259 ft² 
    • Airfoil : NACA 0008-1.1-25 root, NACA 0005-0.825-50 tip 
    • Bobot kosong : 10,450 lb 
    • Bobot tempur : 18,300 lb 
    • Bobot maksimum lepas landas : 24,500 lb 
    • Mesin : 1× Pratt & Whitney J52-P8A turbojet, 9,300 lbf (10,000+ USMC A-4M and OA-4M)
    Kinerja :
    • Kec. maksimum : 585 kn (673 mph, 1,077 km/h) 
    • Jarak jelajah : 1,700 nmi 
    • Batas tertinggi servis : 42,250 ft 
    • Laju panjat : 8,440 ft/min 
    • Beban sayap : 70.7 lb/ft² 
    • Dorongan / berat : 0.51 
    • G - limit : -3/+8 g
    Persenjataan :
    • Senjata : 2 × 20 mm (0.79 in) Colt Mk 12 cannon, 100 rounds/gun
    • Rudal : 4 × AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike ARM (anti-radiation misssiles), MBDA Exoce
    • t, AGM-65 Maverick ASM (air-to-surface missiles), AGM-62 Walleye glide bomb, AGM-12 
    • Bullpup ASM (air-to-surface missiles)
    • Bom : 9,900 lb (4,490 kg) on five external hardpoints, Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit
    • , Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg)
    •  and Mk.82 (500 lb/227 kg) general-purpose bombs, various tactical nuclear missiles
    •  and bombs, Mk.76 practice 
    • bombs 




    Sumber :

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar